Rabu, 06 Januari 2010

PENANGANAN INDIGESTI SIMPLEK PADA TERNAK

GANGGUAN PADA RUMEN*

(bagian 1)

1. Indigesti akut

a. Indigesti sederhana

            Indigesti sederhana merupakan sindrom gangguan pencernaan yang berasal dari rumen atau reticulum, ditandai dengan penurunan atau hilangnya gerak rumen, lemahnya tonus kedua lambung tersebut hingga ingesta tertimbun di dalamnya dan disertai pula dengan sembelit (konstipasi).

Etiologi : perubahan pakan secara mendadak; pakan dengan serat kasar tinggi serta tidak diimbangi cairan yang cukup; hewan kekenyangan; pakan berjamur; pemberian obat-obatan antimikrobial berlebihan; hewan terlalu letih.

Patogenesis :   (a) Hewan kenyang/ makan pakan dengan serat kasar tinggi hipermotilitas rumen untuk mengatasi timbunan ingesta otot rumen lelah atonia ruminis; (b) Pakan berprotein tinggi fermentasi menjadi amonia pH rumen kuman yang tidak tahan suasana alkalis mati ingesta tidak tercerna scr biokimiawi ingesta tertimbun dalam rumen kontraksi rumen naik otot rumen lelah hipotonia/atonia rumen.

Gejala : lesu, malas bergerak, nafsu makan hilang; pada hewan yang menghasilkan susu, produksi susu menurun; frekuensi gerak rumen meningkat diikuti penurunan frekuensi gerak dan tonus rumen; pada palpasi rumen terisi ingesta yang lunak; tinja sedikit, berlendir, gelap, dan lunak

Prognosa     :  Sembuh dengan pengobatan konvensional; 24-48 jam mungkin sembuh secara spontan

Terapi       :     Obat parasimpatomimetik seperti carbamil choline (CarbacholR, LentinR) dengan dosis 2-4 ml, disuntikkan subkutan pada sapi dapat merangsang gerak rumen dalam waktu singkat.  Air minum jika perlu diberi garam dapur diberikan ad libitum.

Selasa, 05 Januari 2010

Ada beberapa cara untuk mencegah terjadinya kebuntingan pada anjing, diantaranya: Immunokontrasepsi dengan protein zona pellucida pada hewan betina, operasi untuk dilakukan sterilisasi pada hewan jantan maupun betina, vaksin antifertilitas dengan imun aktif terhadap luteinizing hormone-releasing hormone (LHRH) pada hewan jantan, penggunaan kontrasepsi kimia, penggunaan preparat hormonal, diantaranya: Prostaglandin F2α dan bromocriptine; Antagonist progesterone anglepristone (alizone); preparat estrogen; GnRH analogue; prolaktin.


I. Kontrasepsi pada Hewan Betina

I.1 Kontrasepsi Hormonal
I.1.1. Prostaglandin F2α dan bromocriptine
Prinsip dari penggunaan kombinasi antara prostaglandin F2α dan bromocriptine ialah menginduksi terjadinya abortus pada anjing (Palmer dan Post, 2002). Bromokriptin merupakan alkaloida ergot semi sintesis dari kelompok ergotoksin dan memiliki daya stimulasi langsung terhadap reseptor dopamine di otak. Peningkatan sekresi dopamine ini identik dengan hormone PIF (Prolactin Inhibiting Factor) yang menyebabkan berkurangnya sekresi prolaktin. Pada akromegalia zat ini digunakan untuk menghambat sekresi hormone pertumbuhan somatropin. Pada manusia resorpsinys di usus sekitar 28%. Di dalam hati bromokriptin akan mengalami biotransformasi (Tjay dan Rahardja, 2002). Berkurangnya sekresi prolaktin ini juga akan menurunkan kadar progesterone dalam darah sehingga dapat menyebabkan abortus. Prostaglandin F2α digunakan untuk mengakhiri kehamilan pada bagian ke dua kebuntingan. Hal ini terjadi karena penyebab luteolisis saat bagian pertama kebuntungan.
Untuk mengetahui keberhasilan penggunaan prostaglandin F2α dan bromocriptine penalitian dilakukan dengan menggunakan 15 anjing betina bunting. Metode yang dilakukan dengan memberikan bromokriptine secara peroral (po) dan prostaglandin F2α secara subcutan (SC). Perlakuan diberikan saat hari ke 6 diestrus. Pada pukul 08.00 Bromokriptin 10µg/ kg diberikan po dengan cara melarutkan 2,5 mg tablet dalam 100 ml air sehingga konsentrasi menjadi 25 µg/ml. 45 menit kemudian diberikan prostaglandin F2α 250µg/ kg sc. Pukul 10.30 anjing tersebut diberi makan, dan pukul 17.00 kembali diberikan Bromokriptin 10µg/ kg po, dilanjutkan dengan pemberian prostaglandin F2α 250µg/ kg sc 45 menit kemudian. Hal ini diulang terus selama 5 hari. Pemberian waktu jeda antara bromkriptine dan prostaglandin F2α untuk mencegah terjadinya muntah.
Setelah 6 kali treatment seluruh anjing menunjukan memiliki konsentrasi progesterone dibawah 2,0 ng/mL. Setelah 2 hari treatment konsentrasi progesterone masih menunjukan lebih dari 2,0 ng/mL, selanjutnya mulai hari ketiga perlakuan baru berada dibawah 2,0 ng/mL (0,93 ng/mL). Efek samping dari penggunaan prostaglandin F2α ialah adanya gangguan pada otot halus, anjing menjadi terengah-engah (panting), muntah, hipersalivasi, urinasi dan defekasi. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa kombinasi antara prostaglandin F2α dan bromocriptine selama 5 hari mampu menyebabkan terjadinya luteolysis sehingga mencegah kebuntingan (Palmer dan Post, 2002).

I.1.2. Preparat Estrogen
Penggunaan sintesis natural estrogen selama 1 sampai 5 hari dapat digunakan untuk mencegah kebuntingan. Pada kondisi normal, seletah terjadi proses pembuahan maka akan terbentuk zygote, kemudian zygote membelah yang disebut dengan embryo. Embryo dalam perkembangannya akan berpindah menuju rongga uterus disusul dengan proses implantasi, yaitu upaya embryo untuk mengadakan hubungan langsung dengan dinding uterus sehingga terjadi hubungan yang erat antara embryo dengan dinding uterus induknya. Pada tahap ini secara normal corpus luteum akan mengeluarkan progesterone untuk memlihara kebuntingan (Hardjopranjoto, 1995), namun dengan adanya pemberian natural estrogen, maka kadar estrogen dalam darah akan meningkat sehingga mengganggu implantasi embryo. Namun metode ini memiliki resiko yang besar terhadap kejadian pyometra. Selain itu dapat pula terjadi non reversible anemia yang dikarenakan terdepresnya bone marrow serta dapat mengakibatkan kematian (Olson et al., 1992).
Penelitian lainnya juga dilaporkan dengan pemberian estradiol benzoate mampu mecegah kebuntingan pada anjing. Prinsip dari pemberian estradiol benzoate ialah menghambat turunnya embryo pada tuba uterine dan meningkatkan kejadian degenerasi embryo. Estradiol benzoate yang efektif diberikan sebanyak 0,02 mg/kg yang diberikan 2 hari setelah kawin ataupun 5 hari setelah ovulasi (Tsutsui et al., 2006)

I.1.3. Antagonist progesterone anglepristone (alizone)
Progesteron dibentuk oleh corpus luteum, plasenta, testes dan kortex anak ginjal dibawah pengaruh FSH dan LH dari hipofisis (Tjay dan Rahardja, 2002). Progesteron merupakan hormone kebuntingan yang dapat menyebabkan penebalan endometrium dan perkembangan kelenjar uterin sebelum terjadinya implantasi dari ovarium yang dibuahi. Selama kebuntingan, progesterone menahan timbulnya ovulasi melalui inhibisi umpan balik FSH dan LH dari adenohipofisis (Frandson, 1992).
Zat-zat anti progesterone akan melawan kegiatan progesterone dengan jalan memblok secara kompetitif reseptornya di organ tujuan. Kehamilan akan dihentikan akibat efek progesterone terhadap endometrium dihambat (Tjay dan Rahardja, 2002).
Penelitian yang dilakukan terhadap 93 ekor anjing betina yang telah dikawinkan dan diberi antagonist progesterone anglepristone (alizone), hanya satu ekor anjing yang menunjukan bunting, sedangkan 92 ekor lainnya tidak bunting. 51 ekor anjing yang tidak bunting tersebut tidak menimbulkan adanya efek samping, sedangkan sisanya menunjukan gejala berupa gatal-gatal, vaginal discharge, nafsu makan yang menurun dan lemah (Hubler. dan Arnold, 2000).

I.1.4. GnRH analogue
Penggunaan gonadrotropin agonist akan menimbulkan folikulogenesis dan ovulasi yang diikuti dengan diperpanjangnya ovaria pasif. Beberapa GnRH agonist mampu menekan gonadal atau mencegah pubertas baik pada hewan jantan maupun betina, diantaranya: including goseralin, buseralin, nafarelin, aza-gly-nafarelin, dan doseralin. Kelanjutan dari penggunaan GnRH agonist pada doisis efektif, estrus fertile tidak diikuti keberhasilan kebuntingan. Hal ini terjadi karena menurunnya regulasi LH (dan FSH) secara terus menerus sehingga akan menekan sekresi progesterone normal sampai pada level yang lebih rendah yang diperlukan untuk kebuntingan selanjutnya (Concannon, 2006).
Implant GnRH analogue dapat menyebabkan terjadinya penekanan pada fungsi reproduksi secara reversible. Pelepasan GnRH analogue deslorelin yang terus menerus akan memberikan hasil berupa aksi antifertilitas yang reversible. Penundaan estrus dapat terjadi hingga 27 bulan (Trigg et al., 2001). Pada anjing liar juga menunjukkan hasil yang baik. Deslorelin mampu menginduksi terjadinya kontrasepsi untuk mencegah terjadinya perkawinan hingga satu periode musim kawin (Bertschinger et al., 2002).

I.2. Immunokontrasepsi
Prinsip dari immunokontrasepsi dengan protein zona pellucida ialah mecegah terjadinya fertilisasi dengan adanya antibody yang akan mengacaukan identifikasi antigen determinan sehingga mencegah penetrasi spermatozoa ke dalam oocyt sehingga tidak terjadi fertilisasi (Brown et al., 1985; Ringleb et al., 2004).

I.3. Operasi
Pencegahan kebuntingan dapat pula dilakukan dengan metode operasi, yakni dengan dilakukan ovareictomy maupun panhysterectomy. Hysterectomy merupakan suatu operasi yang dilakukan pada hewan betina untuk mensterilkan / memandulkan hewan tersebut, yang dilakukan dengan melakukan pengangkatan uterus, namun hewan tersebut masih mampu untuk memproduksi feromon dan estrus (Frandson, 1996., Lane and Cooper, 1994). Panhysterectomy atau ovariohysterectomy adalah suatu operasi pada hewan betina yang mirip dengan hysterectomy, berguna untuk mensterilkan/memandulkan hewan tersebut, sehingga tidak dapat lagi mengalami estrus, kawin, dan beranak, namun dilakukan tidak hanya dengan pengangkatan uterus saja, melainkan dilaksanakan dengan pengangkatan organ mulai dari uterus sampai ovarium dari hewan betina tersebut (Smith, 1965).


II. Kontrasepsi pada Hewan Jantan

II.1. Kontrasepsi Hormonal
II.1.1. Prolaktin
Pemeberian ijeksi prolaktin merupakan salah satu metode yang dapat digunakan sebagai alat kontrasepsi pada anjing. Pada sebuah penelitian pada anjing jantan, injeksi prolaktin diberikan dengan dosis 600µg/kg tiap minggu selama 6 bulan. 3 bulan setelah pemberian prolaktin hasilnya menunjukan jumlah sperma menurun (azoosperma), penurunan motilitas spermatozoa, dan peningkatan sperma yang abnormal. Biopsy testis menunjukan adanya degenerasi pada tubulus seminiferus. Anjing-anjing yang telah diberikan injeksi prolaktin tersebut dikawinkan dengan anjing betina, namun tidak ada satupun anjing betina yang bunting. Tiga bulan setelah penghentian injeksi prolaktin, jumlah sperma terlihat normal dan anjing mampu mengawini anjing betina hingga bunting. Keturunan dari anjing-anjing tersebut tidak ada kelainan. Sehingga prolaktin merupakan kontrasepsi yang bersifat reversible pada anjing jantan (Shafik, 1994).

II.1.2. GnRH Analogue
Spermatogenesis dan testosterone dipengaruhi oleh sekresi FSH dan LH dari pituitary, yang mana akan dapat ditekan dengan adanya konsentrasi yang tinggi dari GnRH yang terus menerus. Penggunaan GnRH pokeweed antiviral protein (PAP) pada anjing jantan dewasa akan merusak parameter reproduksi pada minggu ke tiga setelah treatment. Setelah diberikan GnRH PAP satu hari sekali selama tiga hari menunjukan adanya penekanan pada pelepasan LH dari pituitary. Kondisi ini akan seiiring dengan mereduksinya konsentrasi serum testosterone dan ukuran testis. Kontrasepsi yang terjadi dengan pemberian GnRH PAP bersifat reversible, karena setelah lima bulan fungsi pituitary untuk menghasilkan LH akan kembali normal (Sabeur, 2003).
Penelitian lainnya melaporkan penggunaan implant yang mengandung GnRH agonist deslorelin mampu memberikan efek kontrasepsi reversible. Penelitian yang menggunakan 8 anjing jantan dewasa (4 anjing sebagai kontrol) menunjukan hasil yakni anjing yang diberikan implant GnRH agonist deslorelin 6 mg secara subkutan, konsentrasi plasma LH dan testosterone tidak terdeteksi setelah 21 dan 27 hari perlakuan. Setelah 14 minggu perlakuan volume testicular akan menurun 35%, dan setelah 6 minggu perlakuan tidak ada lagi ejakulasi. Konsentrasi testosterone akan kembali terdeteksi setelah 44 minggu perlakuan, sedangkan konsentrasi LH terdeteksi setelah 51 minggu perlakuan dan akan kembali normal setelah 52 minggu perlakuan. Karakteristik anjing akan kembali normal setelah 60 minggu pemberian implant (Junaidi et al., 2003). Penelitian pada anjing liar juga menunjukan hasil yang serupa, yakni dengan menggunakan 6 mg deslorelin mampu memberikan respon kontrasepsi selama kurang lebih 12 bulan. Dari penelitian tersebut dijelaskan tidak ada efek samping maupun perubahan kelakuan pada anjing tersebut (Bertschinger et al., 2002).

II.2. Vaksine anti Fertilitas
Penggunaan vaksin antifertilitas dengan imunisasi aktif terhadap LHRH juga dapat mencegah kebuntingan. LH merupakan hormon yang berfungsi merangsang sel-sel interstitial untuk menghasilkan testosterone (Frandson, 1996). Secara normal anjing jantan memiliki plasma testosterone berkisar 0,4 sampai 6 ng/ml, dan konsentrasi LH dari 0,2 sampai 12,0 ng/ml selama periode 24 jam (Junaidi, 2006).
Penelitian yang dilkukan terhadap anjing yang diberikan vaksin antifertilitas dengan imun aktif terhadap LHRH menunjukan terjadi penurunan yang signifikan pada serum testosteron, bahkan pada minggu ke empat perlakuan menunjukan kadar serum testosterone mencapai dibawah 0,01 nmol/L yang berarti sama dengan serum testosterone anjing yang telah dikastrasi. Gambaran histologis dari testis menunjukan adanya kerusakan pada spermatogenesis yang berarti anjing menjadi infertile, selain itu volume testicular juga akan mengecil. Jadi imunisasi aktif terhadap LHRH mampu mendepres fungsi testikular (steroidogenesis dan spermatogenesis) pada anjing jantan. Namun kontrasepsi ini bersifat reversible, berbeda dengan kastrasi maupun vasektomi. Beberapa keuntungan dari penggunaan vaksin antifertilitas dengan imunisasi aktif terhadap LHRH ialah: 1) bebas dari bahaya maupun efek samping anastesi, 2) biaya lebih murah, 3) kemungkinan reversibility, dan 4) kemungkinan mencegah carcinoma pada testis maupun prostat (Ladd et al., 1994).

II.3. Kontrasepsi Kimia
Sterilisasi kimiawi merupakan suatu pilihan untuk sterilisasi tanpa tindakan operasi. Penelitian yang dilakukan pada 15 anjing jantan yang berusia 2-3½ tahun dengan pemberian zinc arginine sebanyak 0,5 ml (50 mg) pada cauda epididymis menunjukan terjadinya azoosperma pada hari ke sembilan setelah injeksi. Satu tahun setelah injeksi anjing tersebut sudah menjadi steril. Gambaran histology menunjukan tubulus seminiferus anjing nampak normal, namun terjadi atrophy pada ukuran testis dan peningkatan jaringan konektif. Hasil penelitian ini menyatakan injeksi intra epidermal dengan zinc arginine mampu membuat anjing jantan steril secara permanent (Fahim et al., 1993).
Penggunaan preparat kimiawi lainnya, yakni dengan zinc gluconate solution yang stabil juga mampu menyebabkan sterilitas yang permanent. Penelitian yang dilakukan pada 5 ekor anjing jantan dewasa yang telah diberikan injeksi zinc gluconate solution secara intratesticular, menunjukan kondisi anjung yang mampu penile ereksi, namun anjing tersebut tidak dapat ejakulasi. Gambaran histopatologi menunjukan adanya complete fibris pada tubulus seminiferus dan sel leydig pada hari ke 60 dan 75 (Tepsumethanon et al., 2005)

II.4. Operasi
Sterilitas yang permanent dapat dilakukan dengan kastrasi maupun vasektomi.

Kesimpulan

Kontrol populasi merupakan hal yang penting bukan saja untuk kesejahteraan hewan namun juga untuk kenyamanan hidup manusia. Beberapa metode yang dapat digunakan untuk mencegah terjadinya kebuntingan dapat bersifat reversibel maupun permanent. Kontrasepsi yang bersifat permanent diantaranya: Immunokontrasepsi dengan protein zona pellucida pada hewan betina, Operasi untuk dilakukan sterilisasi pada hewan jantan maupun betina, Penggunaan kontrasepsi kimia. Kontrasepsi yang bersifat reversible diantaranya: Vaksin antifertilitas dengan imun aktif terhadap luteinizing hormone-releasing hormone (LHRH) pada hewan jantan dan Penggunaan preparat hormonal. Metode yang digunakan untuk mencegah kebuntingan tersebut memiliki keunggulan dan kerugian yang beragam.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. Flu Burung ditemukan pada Anjing dan Kucing. Headline news. Jum’at, 19 Januari 2007.11:04 WIB

Bertschinger, H.J., Trigg, T.E., Jochle, W., dan Human, A. 2002. Induction of contraception in some African wild carnivores by downregulation of LH and FSH secretion using the GnRH analogue deslorelin. Reprod Suppl. 60:41-52.

Brown, C.A.M., Yanagimachi, R., Hoffman, J.C., Huang, T.F.JR. 1985. Fertility Control in the Bitch by Active Immuniziation with Procaine Zone Pellucide: Use of Different Adjuvants and Patterns of Estradiol and Progesterone Level in Estrous Cycles. Biology of Reproduction. 32: 761-772.

Concannon, P.W. 2006. Use of GnRH Agonists and Antagonists for Small Animal Contraception. Proceedings of the Third International Symposium on Non-Surgical Contraceptive Methods for Pet Population Control

Fahim, M.S., Wang, M., Sutcu, M.F., Fahim, Z., danYoungquist, R.S. 1993. Sterilization of dogs with intra-epididymal injection of zinc arginine. Epub Contraception. 47(1):107-22.

Frandson, R. D., 1996. Anatomi dan Fisiologi Ternak, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Hardjopranjoto, S. 1995. Ilmu Kemanjiran pada Ternak. Airlangga University Press. Surabaya.137-143.

Hubler, M. dan Arnold, S. 2000. Prevention of pregnancy in bitches with the progesterone antagonist anglepristone (alizone). Schweiz Arch Tierheilkd. 142(7):381-6

Junaidi, A. 2006. Reproduksi dan Obsterti pada Anjing. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Junaidi, A., Williamson, P.E., Cummins, J.M., Martin, G.B., Blackberry, M.A., dan Trigg, T.E. 2003. Use of a New Drug Delivery Formulation of the Gonadotrophin-Releasing Hormone Analogue Deslorelin for Reversible Long-term Contraception in Male Dogs. Csiro Publishing Reproduction, fertility and Development. 15: 317-322.

Ladd, A., Tsong, Y.Y., Walfield, A.M., dan Thau, R. 1994. Development of an Antifertility for Pets Based on Active Immunuziation against Luteinizing Hormone-Releasing Hormone. Biology of Reproduction. 51: 1076-1083.

Lane, D.R. dan Cooper, B., 1994, Veterinary Nursing, Pergamon, England.
McNeil, J. dan Constandy, E. 2006. Addressing the problem of pet overpopulation: the experience of New Hanover County Animal Control Services. J Public Health Manag Pract. 12(5):452-5.

Olson, P.N., Johnston, S.D., Root, M.V., Hegstad, R.L. 1992. Terminating pregnancy in dogs and cats. Anim Reprod Sci. 28: 399-406.

Olson, P.N. dan Moulton, C. 1993. Pet (dog and cat) overpopulation in the United States. J Reprod Fertil Suppl. 47: 433-8.

Palmer, C.W dan Post, K. 2002. Prevention of Pregnancy in the Dog with a Combination of Prostaglandin F2α and bromocriptine. Can Vet J. 43: 460-462.

Ringleb, J., Rohleder, M., dan Jewgenow, K. 2004. Impact of Feline Zona Pellucida Glycoprotein B-derived Synthetic Peptides on in vitro Fertilization of Cat Oocytes. Biology of Reproduction. 127: 179-186

Sabeur, K., Ball, B. A., Nett, T. M., Ball, H. H., dan Liu, I. K. M. 2003. Effect of GnRH conjugated to pokeweed antiviral protein on reproductive function in adult male dogs. Reproduction.. 125: 801–806.

Shafik, A. 1994. Prolactin injection, a new contraceptive method: experimental study. Epub Contraception. 50(2):191-9.

Smith, K.W. 1965. Canine Surgery, American Vetrerinary Publications, Santa Barbara California.

Tepsumethanon, V., Wilde, H., dan Hemachudha, T. 2005. Intratesticular injection of a balanced zinc solution for permanent sterilization of dogs. J Med Assoc Thai. 88(5):686-9.

Tjay, T.H. dan Rahardja, K. 2002. Obat-obat Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek-efek Sampingnya. Elexmedia Komputindo. Jakarta.

Trigg, T.E., Wright, P.J., Armour, A.F., Williamson, P.E., Junaidi, A., Martin, G.B., Doyle, A.G., dan Walsh, J. 2001. Use of a GnRH analogue implant to produce reversible long-term suppression of reproductive function in male and female domestic dogs. J Reprod Fertil Suppl. 57:255-61.

Tsutsui T., Mizutani W., Hori T., Oishi K., Sugi Y., dan Kawakami E. 2006. Estradiol benzoate for preventing pregnancy in mismated dogs. Epub Theriogenology. 66(6-7):1568-72.,

http://vet02ugm.wordpress.com/2009/01/17/kontrol-populasi-pada-anjing/

Reproduksi Anjing

Organ Reproduksi Anjing Betina

organ reproduksi anjing betina terletak di dalam abdomen, dimulai dari struktur paling luar organ genital anjing tersusun dari vulva, vestibulum dan kemudian vagina, orificium urethrae terletak pada dasar vagina mengarah ke vesica urinaria. Urin mengalir melalui vestibulum, oleh karena itu kejadian infeksi pada saluran perkencingan dapat mempengaruhi sistem reproduksi anjing betina. Uterus terletak pada perpanjangan vagina dan dapat dibedakan leher, badan dan dua tuba uterina kanan dan kiri, ovarium terletak pada akhir tuba tersebut. Organ pendukung lain berupa glandula mammae 3, 4atau 5 pasang di bagian dada.



Siklus seksual pada anjing

Anjing betina memiliki dua periode birahi dalam setahun, setiap enam bulan dengan jangka waktu 2-3 minggu tiap periodenya. Birahi pertama muncul antara bulan ke 6-15 setelah kelahiran, anjing dapat dikawinkan sejak saat ini. Pada anjing ras besar munculnya birahi pertama akan lebih lama karena waktu pertumbuhan yang lebih lama Anjing betina memiliki tipe ovulasi spontan, hal ini berarti ovulasi tidak dipengaruhi kapan dikawini. Periode ini tampak setiap 6 bulan. Estrus/birahi yang terlambat atau dipercepat tidaklah aneh. Durasi dari siklus ini bervariasi tiap hewan dan bergantung pada ras, tetapi selalu diantara 150-300 hari. siklus estrus ini terdiri atas empat fase: proestrus, estrus terdapat pada saat estrus, diestrus dan anestrus adalah fase istirahat seksual. Tingkah laku, fisiologi dan anatomi akan berbeda-beda pada tiap-tiap fase estrus.

Proestrus; fase dengan lama 7-10 hari mengindikasikan awal dimulainya estrus, ciri fase ini ditemukan tetesan darah dan vulva yang menebal. Pada fase ini pejantan akan tertarik kepada betina, tetapi betina akan menolak saat dinaiki.

Estrus; fase setelah proestrus dan bertahan 5-10 hari. Pengeluaran darah akan bertambah banyak, kemudian berhenti total dengan sendirinya dan pejantan akan diterima saat akan mengawini. Ovulasi terjadi pada periode ini, ovulasi terjadi 2-3 hari setelah pejantan diterima. Ini adalah faktor penting, karena ini berarti momen ideal untuk reproduksi bukan saat betina mau menerima pejantan.

Diestrus; tahap ini berlangsung selama 110-140 hari, fase ini betina akan bunting atau istirahat bila tidak terjadi pembuahan.

Anestrus; fase ini datang setelah siklus baru, mempunyai panjang periode yang bermacam-macam dan perlu diingat siklus estrus anjing dua kali setahun.



Hormon seksual pada anjing

Kegiatan seksual anjing juga dipengaruhi oleh hormon yang akan mengontrol setiap aktifitas organ reproduksi.

Estrogen; hornon ini disekresikan oleh ovarium selama estrus, berfungsi untuk menstimulus hypothalamus mensekresikan hormon lain yang akan mendorong terjadinya ovulasi.

Progesteron; disekresikan oleh yellow body pada saat terjadi ovulasi, hormon ini sangat diperlukan untuk memelihara kebuntingan.

Gonadotropin; disekresikan oleh glandula hipofise, berupa FSH untuk menstimulus pertumbuhan folikel dan penghentian proses pematangan, LH mennyebabkan ovulasi.

Oxytosin; disekresikan oleh glandula yang sama dengan FSH, menyebabkan dilatasi jaringan pada saat kelahiran, digunakan juga untuk memacu kelahiran.

Prolaktin; disekresikan oleh glandula yang sama, hormon ini menstimulasi pengeluaran susu setelah terjadinya kelahiran.